Jakarta - Tahun 2015 Indonesia akan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan disusul dengan integrasi sektor jasa keuangan pada 2020 mendatang. "Agar langkah integrasi yang dipilih menyejahterakan masyarakat, Indonesia harus menyiapkan diri.
"Banyak pertanyaan tentang integrasi sistem
keuangan ASEAN. Saya tegaskan, integrasi bukan tujuan utama kita.
Tujuan utama kita adalah kesejahteraan, integrasi itu cuma alat. Kalau
integrasi tidak meningkatkan kesejahteraan, maka itu bukan integrasi
yang kita butuhkan," ujar Ketua Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Hadad
dalam BeritaSatu Media Holding OJK Dialogue dengan topik "Strengthening
Indonesia Financial System" di Garden Terrace Four Seasons Hotel, Jakarta, Senin (3/2).
Menurut Muliaman, Indonesia harus mengkaji model integrasi yang
dibutuhkan untuk kemudian diidentifikasikan dengan kesiapan Indonesia.
"Dari sini kita akan tahu apa yang harus kita lakukan dalam waktu
tersisa ini," ujar Muliaman.
Dia menjelaskan, ada tiga hal utama yang harus diperbaiki Indonesia
agar integrasi dapat meningkatan kesejahteraan rakyat. Pertama
meningkatkan pembangunan kapasitas sumber daya manusia (SDM).
Menurutnya, dibutuhkan upaya percepatan untuk meningkatkan kualitas SDM
lembaga keuangan Indonesia. "Peningkatan SDM, tidak hanya di level
personal namun juga di level institusi," kata dia.
Aspek kedua menyiapkan pembangunan infrastruktur keuangan. Setiap
negara ASEAN berupaya meningkatkan kualitas infrastruktur keuangan,
seperti sistem keamanan keuangan dan akuntansi. "Selain infrastruktur
fisik, IT juga menjadi pokok penting," sebutnya.
Hal ketiga adalah harmonisasi aturan perbankan di antara negara
anggota ASEAN. Sebab, Muliaman melihat, saat ini masih ada gap aturan
perbankan di ASEAN. Ada sejumlah negara yang sudah sangat modern dan
mengglobal. Namun di sisi lain, masih ada negara yang peraturannya jauh
tertinggal.
"Ada yang sangat global seperti Singapura. Namun, ada yang juga yang
masih tradisional seperti Myanmar dan Laos. Untuk mencapai integrasi
perlu ada semangat yang sama untuk mengharmonisasi aturan," terang
Muliaman.
Muliaman juga menyampaikan dengan beralihnya pengawasan sektor
perbankan ke OJK pada tahun ini, OJK berusaha mengintegrasi pengawasan
industri keuangan. Saat ini industri sektor keuangan memiliki
keterkaitan satu sama lain.
Dia mengambil contoh konglomerasi di antara lembaga keuangan. "Ada bank,
ada asuransi, ada lembaga keuangan lainnya, yang dipunyai oleh satu
orang atau satu pihak. Nah, ini butuh pengawasan yang terintegrasi,"
terangnya.
Contoh lain, lanjut Muliaman, adalah sejumlah bank yang memiiki anak
usaha asuransi. Menurutnya, langkah bisnis ini harus diawasi dengan
optimal, baik bank sebagai induk usaha maupun perusahaan asuransi
sebagai anak usaha. "Sebab asuransi itu menambah risiko kepada banknya.
Jadi pengawasan terintegrasi akan sangat membantu," ujarnya.
Dalam melakukan tugas ini, OJK mengedepankan komunikasi dan
koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan. Apalagi
dalam mengawasi perbankan, OJK masih berbagi tugas dengan BI. BI akan
mengawasi makro prudential, sedangkan OJK mengawasi mikroprudential.
"Tiga institusi ini bersama dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
menentukan dalam mencapai industri jasa keuangan yang sehat dan
memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional," katanya.
Menurut Muliaman, kerjasama selama ini sudah dilakukan tidak hanya di
tataran kebijakan, namun juga sampai level operasional. "Kami masih
berbagi data dengan BI, kantor OJK di daerah juga memakai gedung BI. Ini
kerjasama yang bagus," aku Muliaman.
OJK juga akan fokus pada peningkatan finansial literacy. Untuk itu,
OJK akan mengedukasi masyarakat sehingga dapat masuk ke sektor keuangan.
Selain itu, OJK juga akan memastikan lembaga keuangan mengakomodasi
meningkatnya kebutuhan kelas menengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hidup Adalah Perjuangan