Jakarta, detik.com - Partai Politik peserta Pemilihan Umum
(Pemilu) beserta nomor urutnya telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan
Umum (KPU) untuk bertarung di Pemilu tahun 2014 nanti. Strategi politik
sudah mulai dirancang sekaligus dijalankan. “Logistik” politik berupa
dana kampanye mulai ditimbun.
Asyiknya parpol lebih leluasa mengeruk sebanyak mungkin dana politik, ruang gelap transaksi mulai terjadi. Hal ini karena Peraturan KPU tentang Dana Kampanye peserta Pemilu 2014 belum ditetapkan hingga saat ini. KPU kecolongan atau melakukan pembiaran?
Argo Rekening
KPU kurang belajar dari kesalahan masa lalu saat Pemilu 2009. Saat ini, situasinya sama, KPU saat itu cukup terlambat dalam menyiapkan aturan dana kampanye, dua bulan sebelum hari H Pemilu Legislatif baru ditetapkan. Akibatnya aturan tersebut dinilai lebih bersifat normatif, kurang progresif, bahkan menyebabkan multi-tafsir, serta tidak dapat diterapkan. Hal itu kemudian terdampak pada kesiapan peserta Pemilu dan penyiasatan untuk melanggar.
Saat itu, peraturan KPU terkait Pedoman Pencatatan dan Pelaporan Dana Kampanye juga terkesan tambal sulam dan menimbulkan ketidakpastian. Peraturan ini selain sudah terlambat dikeluarkan, juga mengalami beberapa Perubahan. Ketidaksiapan KPU dalam menyiapkan aturan ini terlihat dari beberapa kali terjadi perubahan. Peraturan KPU No 1 Tahun 2009 mengalami perubahan menjadi Peraturan KPU No 23 tahun 2009 dan kemudian berubah lagi menjadi Peraturan KPU No 25 tahun 2009.
Sehingga, dari ketidakberaturan tersebut muncul dampak selanjutnya yaitu banyak dana kampanye ilegal dan pelanggaran dana kampanye yang dilakukan oleh banyak calon anggota DPR/D. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2009 lalu, terdapat delapan parpol yang terindikasi memanipulasi dana kampanye setelah ditemukan ada selisih, yakni partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Hanura, PKS, PDI-P, dan PPP.
Lebih jauh, argo rekening sudah dinyalakan. Alih-alih belajar terhadap catatan buruk masa lalu, KPU saat ini kurang sigap mengatasi masalah kendala penetapan PKPU dana kampanye. Dikhawatirkan kekosongan aturan seperti ini rawan dimanfaatkan dengan masuknya dana legal ke kas parpol. Selain itu, masuknya dana kampanye yang melebihi batas juga kemungkinan akan marak yang dalam jangka panjang modusnya di depositokan oleh parpol.
Di sisi lain, KPU sendiri melalui salah satu komisionernya, Ferry Kurnia Riskiansah (11/1) secara tidak langsung mengakui telah kecolongan dan walaupun demikian ia mengatakan KPU tetap mensyaratkan pelaporan kondisi rekening partai politik dalam pelaporan. Semangat membangun transparansi dan akuntabilitas dana parpol juga disampaikan. Hal ini perlu diapresiasi namun harus disertai dengan langkah nyata segera menetapkan aturan dana kampanye.
Memang beberapa alasan tidak bisa dikesampingkan dari terlambatnya pembuatan aturan dana kampanye oleh KPU. Antara lain revisi atas UU nomor 42 tahun 2008 tentang UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden belum tuntas. Di sisi lain, DPR menurut KPU juga kurang bisa bekerja sama dalam “forum konsultasi” penetapan beberapa Peraturan KPU untuk penyelenggaraan Pemilu 2014.
Akhir-akhir ini diketahui DPR menjadi penghambat utama progresivitas pengaturan dana kampanye. Hal ini tidak dapat dipungkiri, karena pengaturan dana kampanye merupakan hal yang sangat sensitif bagi partai dalam pengaturan logistik politik mereka. Apalagi beredar rumor, dalam draf pengaturan dana kampanye oleh KPU, akan ada pembatasan belanja dana kampanye parpol. Sehingga, beberapa anggota Komisi II DPR menolak dan menghambat aturan tersebut.
Apapun itu, saat ini argo rekening partai sudah mulai berjalan seiring dengan penetapan partai politik sebagai peserta pemilu 2014. Mau tidak mau terkait dengan aturan PKPU harus segera dikeluarkan, ketika Komisi II DPR kurang kooperatif bisa dimengerti bahwa hal tersebut merupakan bagian dari setting partai politik untuk mengintervensi dan mengendalikan KPU. Terutama dalam hal aturan penyelenggaraan Pemilu, lebih khusus masalah dana kampanye.
Kemungkinan dan Masukan
Kemungkinan perputaran uang dana kampanye Pemilu 2014 akan meningkat tajam. Hal ini karena ada aturan yang sengaja membuka kran tersebut. Lihat saja, dalam paket Pemilu tahun 2009 (UU Parpol No. 2 Tahun 2008 dan UU Pemilu No 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu serta UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Calon Legislatif dan UU No 42 tahun 2008 Tentang Pemilu Calon Presiden dan Wakil Presiden) secara eksplisit disebutkan sumbangan dari badan hukum/lembaga masyarakat kepada partai maksimal sebesar Rp 4 Miliar. Dan kepada calon anggota legislatif hanya Rp 250 juta.
Namun di paket UU Pemilu 2014, ada kenaikan yang signifikan. Di mana sumbangan untuk partai politik dari pihak ketiga yaitu badan hukum dan lembaga masksimal sebesar Rp 7,5 miliar. Ada kenaikan sekitar Rp 3 miliar per sumbangan. Ataupun untuk calon anggota legislatif menjadi Rp 500 juta maksimal. Nah, untuk Pilpres sendiri kemungkinan juga akan mengalami tren kenaikan yang tahun 2009 batasannya hanya Rp 5 miliar, tahun 2014 nanti kemungkinan akan naik signifikan.
Saat ini kran kucuran dana politik sudah dibesarkan, dana cair akan banyak mengalir. Oleh karena itu aturan harus diperketat dalam pelaporan dan akuntabilitasnya. Beberapa hal yang penting dilakukan adalah memasukan beberapa poin penting yaitu, pertama, meningkatkan kepatuhan penyerahan rekening khusus dan laporan awal dana kampanye. kedua, menguatkan dan menegaskan sanksi pelanggaran dana kampanye. Sanksi yang seharusnya diberikan berupa tidak diikutsertakan sebagai peserta pemilu di daerah bersangkutan.
Sebagai bandingan, pengalaman tahun 2009 terkait dengan penerapan sanksi, banyak KPU di tingkat provinsi dan kabupaten kota yang memutuskan untuk memberikan sanksi. Bawaslu juga telah memberikan rekomendasi untuk penerapan sanksi ini. Ketidakjelasan ketegasan atas sanksi antara KPU di tingkat pusat dan KPUD juga menjadi catatan atas ketidakkonsistenan KPU di dalam menerapkan sanksi.
Maka dari itu, pemba
Misalnya, ada sinkronisasi dengan Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kerjasama tersebut dimungkinan agar ada transparansi dan akuntabilitas dalam perputaran dana kampanye dan meminimalisir dana-dana ilegal. Secara tidak langsung, kedua pimpinan lembaga PPATK dan KPK juga sanggup untuk membantu KPU dalam pemantauan dana kampanye. Ini peluang yang manis. Artinya gayung saatnya disambut.
Jadi, yang mendesak saat ini KPU harus segera menetapkan peraturan terkait mekanisme laporan, strandarisasi dan teknis pengaturan dana kampanye. Terkait dengan keterlambatan konsultasi dengan DPR misalnya, berkaca dari proses verifikasi parpol, KPU harus tegas dan tidak kompromis.
Sebagai simpulan, dana kampanye menjadi permasalahan yang sangat krusial di Indonesia. Parahnya hal ini terjadi setiap Pemilu. Jadi perlu diatur secara ketat, karena dana kampanye merupakan faktor sangat penting di dalam memenangkan “perang” Pemilu. Jika dana kampanye tidak diatur secara ketat sekarang, maka para peserta pemilu akan tetap menggunakan kekuatan uang untuk membeli suara rakyat pada 2014 nanti. Jangan sampai ini terjadi demi Pemilu yang murah dan berintegritas.
tasan belanja dana kampanye menjadi keniscayaan yang
harus dilakukan. Agar Pemilu menjadi fair dan setara, pengeluaran setiap
partai harus dibatasi. Tidak dipungkiri, kemungkinan partai juga
menggunakan rekening tim sukses dan memakai dana ilegal dari korupsi
atau pencucian uang, peraturan KPU juga harus update dengan tantangan
jaman yaitu memperkuat pengawasan dengan melibatkan peneggak hukum lain.Asyiknya parpol lebih leluasa mengeruk sebanyak mungkin dana politik, ruang gelap transaksi mulai terjadi. Hal ini karena Peraturan KPU tentang Dana Kampanye peserta Pemilu 2014 belum ditetapkan hingga saat ini. KPU kecolongan atau melakukan pembiaran?
Argo Rekening
KPU kurang belajar dari kesalahan masa lalu saat Pemilu 2009. Saat ini, situasinya sama, KPU saat itu cukup terlambat dalam menyiapkan aturan dana kampanye, dua bulan sebelum hari H Pemilu Legislatif baru ditetapkan. Akibatnya aturan tersebut dinilai lebih bersifat normatif, kurang progresif, bahkan menyebabkan multi-tafsir, serta tidak dapat diterapkan. Hal itu kemudian terdampak pada kesiapan peserta Pemilu dan penyiasatan untuk melanggar.
Saat itu, peraturan KPU terkait Pedoman Pencatatan dan Pelaporan Dana Kampanye juga terkesan tambal sulam dan menimbulkan ketidakpastian. Peraturan ini selain sudah terlambat dikeluarkan, juga mengalami beberapa Perubahan. Ketidaksiapan KPU dalam menyiapkan aturan ini terlihat dari beberapa kali terjadi perubahan. Peraturan KPU No 1 Tahun 2009 mengalami perubahan menjadi Peraturan KPU No 23 tahun 2009 dan kemudian berubah lagi menjadi Peraturan KPU No 25 tahun 2009.
Sehingga, dari ketidakberaturan tersebut muncul dampak selanjutnya yaitu banyak dana kampanye ilegal dan pelanggaran dana kampanye yang dilakukan oleh banyak calon anggota DPR/D. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2009 lalu, terdapat delapan parpol yang terindikasi memanipulasi dana kampanye setelah ditemukan ada selisih, yakni partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Hanura, PKS, PDI-P, dan PPP.
Lebih jauh, argo rekening sudah dinyalakan. Alih-alih belajar terhadap catatan buruk masa lalu, KPU saat ini kurang sigap mengatasi masalah kendala penetapan PKPU dana kampanye. Dikhawatirkan kekosongan aturan seperti ini rawan dimanfaatkan dengan masuknya dana legal ke kas parpol. Selain itu, masuknya dana kampanye yang melebihi batas juga kemungkinan akan marak yang dalam jangka panjang modusnya di depositokan oleh parpol.
Di sisi lain, KPU sendiri melalui salah satu komisionernya, Ferry Kurnia Riskiansah (11/1) secara tidak langsung mengakui telah kecolongan dan walaupun demikian ia mengatakan KPU tetap mensyaratkan pelaporan kondisi rekening partai politik dalam pelaporan. Semangat membangun transparansi dan akuntabilitas dana parpol juga disampaikan. Hal ini perlu diapresiasi namun harus disertai dengan langkah nyata segera menetapkan aturan dana kampanye.
Memang beberapa alasan tidak bisa dikesampingkan dari terlambatnya pembuatan aturan dana kampanye oleh KPU. Antara lain revisi atas UU nomor 42 tahun 2008 tentang UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden belum tuntas. Di sisi lain, DPR menurut KPU juga kurang bisa bekerja sama dalam “forum konsultasi” penetapan beberapa Peraturan KPU untuk penyelenggaraan Pemilu 2014.
Akhir-akhir ini diketahui DPR menjadi penghambat utama progresivitas pengaturan dana kampanye. Hal ini tidak dapat dipungkiri, karena pengaturan dana kampanye merupakan hal yang sangat sensitif bagi partai dalam pengaturan logistik politik mereka. Apalagi beredar rumor, dalam draf pengaturan dana kampanye oleh KPU, akan ada pembatasan belanja dana kampanye parpol. Sehingga, beberapa anggota Komisi II DPR menolak dan menghambat aturan tersebut.
Apapun itu, saat ini argo rekening partai sudah mulai berjalan seiring dengan penetapan partai politik sebagai peserta pemilu 2014. Mau tidak mau terkait dengan aturan PKPU harus segera dikeluarkan, ketika Komisi II DPR kurang kooperatif bisa dimengerti bahwa hal tersebut merupakan bagian dari setting partai politik untuk mengintervensi dan mengendalikan KPU. Terutama dalam hal aturan penyelenggaraan Pemilu, lebih khusus masalah dana kampanye.
Kemungkinan dan Masukan
Kemungkinan perputaran uang dana kampanye Pemilu 2014 akan meningkat tajam. Hal ini karena ada aturan yang sengaja membuka kran tersebut. Lihat saja, dalam paket Pemilu tahun 2009 (UU Parpol No. 2 Tahun 2008 dan UU Pemilu No 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu serta UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Calon Legislatif dan UU No 42 tahun 2008 Tentang Pemilu Calon Presiden dan Wakil Presiden) secara eksplisit disebutkan sumbangan dari badan hukum/lembaga masyarakat kepada partai maksimal sebesar Rp 4 Miliar. Dan kepada calon anggota legislatif hanya Rp 250 juta.
Namun di paket UU Pemilu 2014, ada kenaikan yang signifikan. Di mana sumbangan untuk partai politik dari pihak ketiga yaitu badan hukum dan lembaga masksimal sebesar Rp 7,5 miliar. Ada kenaikan sekitar Rp 3 miliar per sumbangan. Ataupun untuk calon anggota legislatif menjadi Rp 500 juta maksimal. Nah, untuk Pilpres sendiri kemungkinan juga akan mengalami tren kenaikan yang tahun 2009 batasannya hanya Rp 5 miliar, tahun 2014 nanti kemungkinan akan naik signifikan.
Saat ini kran kucuran dana politik sudah dibesarkan, dana cair akan banyak mengalir. Oleh karena itu aturan harus diperketat dalam pelaporan dan akuntabilitasnya. Beberapa hal yang penting dilakukan adalah memasukan beberapa poin penting yaitu, pertama, meningkatkan kepatuhan penyerahan rekening khusus dan laporan awal dana kampanye. kedua, menguatkan dan menegaskan sanksi pelanggaran dana kampanye. Sanksi yang seharusnya diberikan berupa tidak diikutsertakan sebagai peserta pemilu di daerah bersangkutan.
Sebagai bandingan, pengalaman tahun 2009 terkait dengan penerapan sanksi, banyak KPU di tingkat provinsi dan kabupaten kota yang memutuskan untuk memberikan sanksi. Bawaslu juga telah memberikan rekomendasi untuk penerapan sanksi ini. Ketidakjelasan ketegasan atas sanksi antara KPU di tingkat pusat dan KPUD juga menjadi catatan atas ketidakkonsistenan KPU di dalam menerapkan sanksi.
Maka dari itu, pemba
Misalnya, ada sinkronisasi dengan Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kerjasama tersebut dimungkinan agar ada transparansi dan akuntabilitas dalam perputaran dana kampanye dan meminimalisir dana-dana ilegal. Secara tidak langsung, kedua pimpinan lembaga PPATK dan KPK juga sanggup untuk membantu KPU dalam pemantauan dana kampanye. Ini peluang yang manis. Artinya gayung saatnya disambut.
Jadi, yang mendesak saat ini KPU harus segera menetapkan peraturan terkait mekanisme laporan, strandarisasi dan teknis pengaturan dana kampanye. Terkait dengan keterlambatan konsultasi dengan DPR misalnya, berkaca dari proses verifikasi parpol, KPU harus tegas dan tidak kompromis.
Sebagai simpulan, dana kampanye menjadi permasalahan yang sangat krusial di Indonesia. Parahnya hal ini terjadi setiap Pemilu. Jadi perlu diatur secara ketat, karena dana kampanye merupakan faktor sangat penting di dalam memenangkan “perang” Pemilu. Jika dana kampanye tidak diatur secara ketat sekarang, maka para peserta pemilu akan tetap menggunakan kekuatan uang untuk membeli suara rakyat pada 2014 nanti. Jangan sampai ini terjadi demi Pemilu yang murah dan berintegritas.
berita lainnya:
- BPN Siap Selesaiakan Polimek Kabupaten Mura dan Muba
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hidup Adalah Perjuangan