Sejumlah fraksi
di DPR setuju dengan wacana perubahan kelima terhadap UUD 1945. Hal penting
yang dirasa perlu untuk diakomodasi dalam amandemen kelima nanti diantaranya
mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi Negara, menghidupkan kembali
Garis-Garis Beras Haluan Negara (GBHN), penegasan fungsi dan peran Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), serta penegasan sistem presidensial.
Demikian
rangkuman wawancara sejumlah pimpinan partai politik, di Jakarta, Kamis
(12/12). Wakil Ketua MPR yang juga Ketua DPP Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari
mengemukakan, bukan hanya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang terbuka
terhadap wacana amandemen, sebagian besar pemikir Negara juga menyetujui
amandemen kelima UUD 1945. Pimpinan MPR juga merasa perlu amandemen lagi.
Menurutnya,
amandemen sebanyak empat kali satu dasawarsa lalu dinilai ada banyak kemajuan.
Tetapi sulit untuk diingkari bahwa diperlukan konsolidasi atas butir-butir
amandemen tersebut, sehingga sistem ketatanegaraan lebih solid dan tidak
tumpang tindih.
Sekarang persoalannya
bukan lagi setuju atau tidak setuju, melainkan kapan amandemen dilakukan. Saya
rasa tidak mungkin oleh MPR periode ini. Bukan semata soal sisa masa jabatan
yang tinggal 10 bulan, tetapi karena amandemen konstitusi memerlukan kajian
yang komprehensif, intensif, dan eksentif, ujarnya.
Karena itu MPR
hasil Pemilu 2014 dapat mempertimbangkan waktu yang tepat untuk mewujudkan
gagasan tersebut. Pandangan senada disampaikan Sekjen Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P) Tjahjo Kumolo. “DPR dan DPD perlu segera mengambil
keputusan politik. Yang perlu ditekankan, amandemen tidak boleh mengubah satu
kata pun Pembukaan UUD 1945,” imbuhnya.
Menurutnya, hal
pokok yang harus diakomodasi adala kedudukan MPR. “MPR perlu dikembalikan
sebagai lembaga tertinggi Negara. Pengembalian kedudukan MPR penting dalam hal
Negara dalam keadaan darurat, katanya.
Menghidupkan GBHN
Tjahjo
menambahkan, hal lain yang perlu diakomodasi dalam amandemen kelima adalah GBHN
perlu dihidupkan kembali. Demikian pula kewenangan Presiden perlu diperkuat
seperti memilih Panglima TNI, Kapolri dan duta besar. Sementara itu, Sekjen
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy mengemukakan sejumlah hal
penting jika UUD 1945 kembali diamandemen.
Pertama, kewenangan absolut Mahkamah Konstitusi (MK) perlu ditinjau
kembali. Kedua, pemurnian dan
penegasan lembaga parlemen bikameral. “penegasan lembaga bikameral penting agar
DPD tidak berkekuatan tanggung seperti sekarang, kata pria yang akrab dipanggil
Romy.
Substansi ketiga adalah menghidupkan kembali GBHN sebagai
kewenangan MPR untuk diamandatkan kepada presiden terpilih. Keempat, penegasan makna “demokratis”
dalam rezim pemilihan kepala daerah (pilkada). Tujuannya agar tidak ada lagi
polemik soal pilkada langsung atau pilkada perwakilan daerah melalui DPRD.
Kelima, penegasan soal
makna “menguasai” dalam pasal 33 UUD 1945, serta makna frase “menguasai hajat
hidup orang banyak.” Terkait hal itu, ketua DPP Partai Demokrat Achsanul Qosasi
mengemukakan, hal-hal yang perlu dimasukkan dalam amandemen kelima, diantaranya
menghidupkan GBHN, memberikan ruang gerak yang lebih tegas atas peran dan
fungsi DPD, serta penegasan sistem presidensial.
Sementara itu,
politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Chandra Tirta Wijaya mengemukakan, pada
prinsipnya setuju UUD 1945 kembali diamandemen. Sebab menurutnya, Negara ini
belum selesai dan terus berkembang kearah yang lebih baik. Maka UUD juga harus
bisa mengikuti perkembangan yang ada dalam masyarakat Indonesia, jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hidup Adalah Perjuangan