Jakarta - Indonesia kaya seni dan budaya yang patut
dibanggakan. Ratusan ribu karya seni dari masa ke masa masih tersimpan
di berbagai tempat di Tanah Air tercinta. Sayangnya, beberapa
peninggalan hasil seni ini tidak terurus bahkan punah begitu saja.
Itulah yang terjadi pada relief 'cantik' di Eks-Bandara Kemayoran karya tiga seniman ternama Indonesia, yakni Sindoesoedarsono Soedjojono, Harijadi Sumodidjojo, dan Surono.
Saat detikcom, Jumat (12/7) menyambangi Eks-Bendara Kemayoran untuk melihat secara langsung kondisi relief tersebut, tampak suasana 'dilupakan' saat baru memasuki gedung di mana karya seni pahat itu berada.
Gedung tua yang sudah tak layak pakai terlihat tak terawat ditumbuhi lumut dan rerumputan di sekitarnya. Detikcom diajak perwakilan pengurus dari Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran (PPKK) menyusuri gedung hingga masuk ke ruang VIP yang dulu dipakai oleh presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, untuk menyambut para tamu negara.
Relief dipahat langsung pada dinding lantai satu dan lantai dua. Relief yang terbuat dari beton itu kelihatan masih bagus walaupun ada beberapa bagian yang patah. Relief benar-benar memiliki ukiran yang mengagumkan. Apa makna sebenarnya di balik ukiran-ukiran 'cantik' yang sengaja dipahat atas permintaan Soekarno?
Salah seorang Humas dari PPKK yang tidak mau disebutkan namanya sedikit menerangkan sejarah yang ia ketahui mengenai relief peninggalan zaman Soekarno. Pria 28 tahun itu bercerita, relief ini merupakan relief beton modern pertama di Indonesia. Ada tiga cerita di balik pembuatan relief ini.
"Ini ada tiga relief, satu bertemakan 'Manusia Indonesia', yang satunya lagi 'Flora Fauna Indonesia', dan satu lagi bertemakan tentang kisah Sangkuriang. Itu dibangun tahun 1957," jelas pria lulusan Universitas Negeri di Jakarta itu saat ditemui di Eks-Bandara Kemayoran kawasan PPKK, Jalan Angkasa.
Tema 'Manusia Indonesia' dikerjakan oleh Sudjojono. Beliau menggambarkan rakyat yang sedang bekerja. Beberapa pria yang digambarkan bertubuh kekar seperti pekerja pada masanya. Mahakarya dari Bapak Seni Rupa ternama itu bisa dilihat di lantai 2, gedung ek
Sedangkan desain kedua yang mengusung tema 'Flora Fauna Indonesia' menggambarkan berbagai tumbuhan serta hewan Nusantara, baik yang hidup dalam air atau darat. Berkat tangan dingin Harijadi, desain pahatan memiliki detail yang terstruktur dan menawan.
Harijadi merupakan seniman kesayangan Soekarno pada masa itu. Relief karya Harijadi terletak di lantai 2 berhadapan dengan relief Sudjojono. Ukuran relief sekitar 10 meter dengan tinggi 3 meter.
Terakhir buah karya dari perupa Surono yang mengangkat kisah Sangkuriang. Detil kisah terlihat pada ukiran pahatan di dinding lantai 1. Relief dari Surono cukup panjang karena menyambung pada dinding dekat pintu masuk. Panjangnya sekitar 13 meter dengan tinggi tiga meter.
Dalam proses pemahatannya, ketiga relief itu dibantu oleh murid-murid dari Seniman Indonesia Muda (SIM). Sayang, kini relief sudah mulai punah, tidak ada yang mengurus atau merawatnya.
Pria yang bekerja sejak 2009 itu mengaku bahwa ketiga relief tersebut memang jarang dirawat karena kondisi gedung yang sudah tidak bisa diselamatkan. Namun pengurus PPKK tetap melakukan pembersihan setiap bulan.
"Ya paling jarang dirawat, kalau ada petugas kebersihan paling sebulan atau dua bulan sekali dibersihkan supaya bersih," ujarnya mengakhiri pembicaraan.
s Bandara Kemayoran. Relief ini diperkirakan memiliki
panjang 10 meter dengan tinggi 3 meter.
Itulah yang terjadi pada relief 'cantik' di Eks-Bandara Kemayoran karya tiga seniman ternama Indonesia, yakni Sindoesoedarsono Soedjojono, Harijadi Sumodidjojo, dan Surono.
Saat detikcom, Jumat (12/7) menyambangi Eks-Bendara Kemayoran untuk melihat secara langsung kondisi relief tersebut, tampak suasana 'dilupakan' saat baru memasuki gedung di mana karya seni pahat itu berada.
Gedung tua yang sudah tak layak pakai terlihat tak terawat ditumbuhi lumut dan rerumputan di sekitarnya. Detikcom diajak perwakilan pengurus dari Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran (PPKK) menyusuri gedung hingga masuk ke ruang VIP yang dulu dipakai oleh presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, untuk menyambut para tamu negara.
Relief dipahat langsung pada dinding lantai satu dan lantai dua. Relief yang terbuat dari beton itu kelihatan masih bagus walaupun ada beberapa bagian yang patah. Relief benar-benar memiliki ukiran yang mengagumkan. Apa makna sebenarnya di balik ukiran-ukiran 'cantik' yang sengaja dipahat atas permintaan Soekarno?
Salah seorang Humas dari PPKK yang tidak mau disebutkan namanya sedikit menerangkan sejarah yang ia ketahui mengenai relief peninggalan zaman Soekarno. Pria 28 tahun itu bercerita, relief ini merupakan relief beton modern pertama di Indonesia. Ada tiga cerita di balik pembuatan relief ini.
"Ini ada tiga relief, satu bertemakan 'Manusia Indonesia', yang satunya lagi 'Flora Fauna Indonesia', dan satu lagi bertemakan tentang kisah Sangkuriang. Itu dibangun tahun 1957," jelas pria lulusan Universitas Negeri di Jakarta itu saat ditemui di Eks-Bandara Kemayoran kawasan PPKK, Jalan Angkasa.
Tema 'Manusia Indonesia' dikerjakan oleh Sudjojono. Beliau menggambarkan rakyat yang sedang bekerja. Beberapa pria yang digambarkan bertubuh kekar seperti pekerja pada masanya. Mahakarya dari Bapak Seni Rupa ternama itu bisa dilihat di lantai 2, gedung ek
Sedangkan desain kedua yang mengusung tema 'Flora Fauna Indonesia' menggambarkan berbagai tumbuhan serta hewan Nusantara, baik yang hidup dalam air atau darat. Berkat tangan dingin Harijadi, desain pahatan memiliki detail yang terstruktur dan menawan.
Harijadi merupakan seniman kesayangan Soekarno pada masa itu. Relief karya Harijadi terletak di lantai 2 berhadapan dengan relief Sudjojono. Ukuran relief sekitar 10 meter dengan tinggi 3 meter.
Terakhir buah karya dari perupa Surono yang mengangkat kisah Sangkuriang. Detil kisah terlihat pada ukiran pahatan di dinding lantai 1. Relief dari Surono cukup panjang karena menyambung pada dinding dekat pintu masuk. Panjangnya sekitar 13 meter dengan tinggi tiga meter.
Dalam proses pemahatannya, ketiga relief itu dibantu oleh murid-murid dari Seniman Indonesia Muda (SIM). Sayang, kini relief sudah mulai punah, tidak ada yang mengurus atau merawatnya.
Pria yang bekerja sejak 2009 itu mengaku bahwa ketiga relief tersebut memang jarang dirawat karena kondisi gedung yang sudah tidak bisa diselamatkan. Namun pengurus PPKK tetap melakukan pembersihan setiap bulan.
"Ya paling jarang dirawat, kalau ada petugas kebersihan paling sebulan atau dua bulan sekali dibersihkan supaya bersih," ujarnya mengakhiri pembicaraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hidup Adalah Perjuangan