Jakarta - Komisi I DPR yang membidangi pertahanan dan
luar negeri menuntut Inggris meminta maaf terkait penyadapan yang
dilakukan intelijennya terhadap Presiden SBY saat menghadiri KTT G20 di
London, 2009 lalu. Tuntutan tersebut dinilai akan sulit dipenuhi.
"Permintaan maaf akan sulit didapat karena tiga alasan," ujar Guru Besar Hukum Internasional FHUI Hikmahanto Juwana dalam rilis yang diterima detikcom, Selasa (30/7/2013).
Pertama, informasi tentang penyadapan tersebut berasal dari media. Pemerintah Inggris tidak akan mungkin melakukan klarifikasi meski Menlu Marty Natalegawa sudah mengupayakan hal tersebut.
Menurut Hikmahanto hal ini karena penyadapan merupakan kegiatan intelijen. Kegiatan intelijen kerap merupakan kegiatan ilegal.
"Pemerintah Inggris ketika diminta klarifikasi oleh pemerintah Indonesia dapat dipastikan akan menerapkan kebijakan tidak menyangkal tetapi juga tidak mengakui," jelas Hikmahanto.
Kedua, sebagaimana diungkap oleh Edward Snowden, pemerintah negara-negara maju seperti AS dan Eropa kerap melakukan praktek kotor penyadapan. Meski melanggar hukum dan tata krama inernasional, penyadapan tetap dilakukan agar mendapatkan informasi dalam perumusan kebijakan luar negeri negara-negara maju tersebut terhadap negara lain.
"Permintaan maaf dari negara-negara yang melakukan penyadapan berarti mengakui suatu kesalahan yang dilakukan. Konsekuensinya mereka akan tidak lagi, menghentikan, kegiatan intelijennya," paparnya.
"Sudah pasti ini tidak akan dilakukan. Ini mengingat informasi intelijen yang menjadikan negara mereka kuat dan lebih maju dari negara lain," lanjutnya.
Ketiga, lanjut Hikmahanto, pemerintah Inggris tidak akan meminta maaf karena sumber yang mengungkap mungkin dari para aparat intel mereka yang desersi atau sakit hati. Para aparat intel ini kemungkinan sedang mengikuti jejak Edward Snowden.
"Tentu, aparat intel yang sudah keluar dari instansi intel Inggris tidak lagi diakui sebagai mewakili pemerintah Inggris. Sehingga tidak ada hubungan antara pemerintah Inggris dengan aparat tersebut," tutupnya.
"Permintaan maaf akan sulit didapat karena tiga alasan," ujar Guru Besar Hukum Internasional FHUI Hikmahanto Juwana dalam rilis yang diterima detikcom, Selasa (30/7/2013).
Pertama, informasi tentang penyadapan tersebut berasal dari media. Pemerintah Inggris tidak akan mungkin melakukan klarifikasi meski Menlu Marty Natalegawa sudah mengupayakan hal tersebut.
Menurut Hikmahanto hal ini karena penyadapan merupakan kegiatan intelijen. Kegiatan intelijen kerap merupakan kegiatan ilegal.
"Pemerintah Inggris ketika diminta klarifikasi oleh pemerintah Indonesia dapat dipastikan akan menerapkan kebijakan tidak menyangkal tetapi juga tidak mengakui," jelas Hikmahanto.
Kedua, sebagaimana diungkap oleh Edward Snowden, pemerintah negara-negara maju seperti AS dan Eropa kerap melakukan praktek kotor penyadapan. Meski melanggar hukum dan tata krama inernasional, penyadapan tetap dilakukan agar mendapatkan informasi dalam perumusan kebijakan luar negeri negara-negara maju tersebut terhadap negara lain.
"Permintaan maaf dari negara-negara yang melakukan penyadapan berarti mengakui suatu kesalahan yang dilakukan. Konsekuensinya mereka akan tidak lagi, menghentikan, kegiatan intelijennya," paparnya.
"Sudah pasti ini tidak akan dilakukan. Ini mengingat informasi intelijen yang menjadikan negara mereka kuat dan lebih maju dari negara lain," lanjutnya.
Ketiga, lanjut Hikmahanto, pemerintah Inggris tidak akan meminta maaf karena sumber yang mengungkap mungkin dari para aparat intel mereka yang desersi atau sakit hati. Para aparat intel ini kemungkinan sedang mengikuti jejak Edward Snowden.
"Tentu, aparat intel yang sudah keluar dari instansi intel Inggris tidak lagi diakui sebagai mewakili pemerintah Inggris. Sehingga tidak ada hubungan antara pemerintah Inggris dengan aparat tersebut," tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hidup Adalah Perjuangan