$(function(){ $("img").lazyload({placeholder:"https://lh5.googleusercontent.com/_u4rBCfM4eII/TXksAi6R_OI/AAAAAAAABZY/2k63Mrtswfo/grey.png",threshold:200});}); SALING BERBAGI CERITA: Pelajaran dari Cebongan /* The CSS Code for the menu starts here bloggertrix.com */ .btrix_glossymenu1{ position: relative;padding: 0 0 0 34px;margin: 0 auto 0 auto; background: url(http://4.bp.blogspot.com/-kqOgUTfKaSM/UY0EbFl_pdI/AAAAAAAAHks/7Qsu8KrtUIY/s1600/btrix_menupu_bg.gif) repeat-x; height: 46px; list-style: none; } .btrix_glossymenu1 li{ float:left; } .btrix_glossymenu1 li a{ float: left;display: block;color:#000; text-decoration: none; font-family: sans-serif; font-size: 13px; font-weight: bold; padding:0 0 0 16px; height: 46px; line-height: 46px; text-align: center; cursor: pointer;

Senin, 08 April 2013

Pelajaran dari Cebongan


Investigasi kasus penyerbuan LP Cebongan, Yogyakarta, dan eksekusi atas empat tahanan di dalamnya memperlihatkan kemajuan signifikan.

Penyelidikan membuktikan 11 anggota Kopassus terlibat kasus itu. Mereka akan diajukan ke Mahkamah Militer. Itu membuktikan masih ada asa bahwa hukum akan ditegakkan di negeri ini. Aparat tidak boleh bertindak semena-mena dan melanggar hukum atas nama apa pun, termasuk atas nama solidaritas atau korsa.

Ketua Tim Investigasi TNI-AD Mayjen Unggul Yudhoyono menyatakan tindakan anggota Kopassus didasari solidaritas atas terbunuhnya mantan anggota Kopassus Sertu Heru Santoso di Hugo's Cafe, Yogyakarta, oleh keempat tahanan yang dikenal sebagai preman.
Kita setuju premanisme harus diberantas. Namun, caranya bukan dengan tindakan premanisme pula. Kaidah hukum harus ditegakkan. 

Ke-11 anggota Kopassus mencoba menciptakan justice atau keadilan dengan pengadilan jalanan (dark justice). Tidak mungkin menciptakan justice dengan dark justice. Dark justice tidak boleh mendapat tempat di negara hukum, cukuplah di film-film saja. Itulah pelajaran pertama kasus Cebongan.

Kapolda DIY Brigjen Sabar Rahardjo dan Pandam IV/Diponegoro Mayjen Hardiono Saroso sudah dicopot. Pimpinan Polri dan TNI boleh saja menyatakan penggantian itu mutasi biasa, tetapi publik tetap menganggapnya sanksi kepada kedua pejabat terkait dengan kasus Cebongan.

Sudah selayaknya Kapolda DIY dan Pangdam IV/Diponegoro mendapat sanksi. Bukankah Danjen Kopassus Mayjen Agus Sutomo sudah menegaskan anak buah tidak bersalah dan yang bersalah ialah pimpinannya?
Inilah pelajaran kedua dari kasus Cebongan, bahwa pimpinan harus bertanggung jawab atas kelakuan anak buah, bukan malah melindungi anak buah yang berbuat salah. 

Terungkapnya kasus Cebongan ialah berkat kerja cepat, cermat, dan penuh tanggung jawab Tim Investigasi TNI-AD yang dibentuk atas perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan KSAD Letjen Pramono Edhi Wibowo. Untuk itu, kita mengapresiasi Presiden, KSAD, dan tim investigasi.

Namun, terungkapnya kasus Cebongan tidak terlepas dari tekanan civil society dan masyarakat luas. Inilah pelajaran ketiga dari kasus Cebongan, bahwa negara tidak boleh memandang sebelah mata suara rakyat.
Kita tahu sejumlah aktivis LSM dan masyarakat menduga keras pelaku penyerbuan LP Cebongan ialah anggota TNI. Ada yang bahkan berani mengatakan pelakunya anggota Kopassus.

Namun, banyak yang menuding analisis itu provokasi dan pembentukan opini publik yang buruk. Faktanya apa yang dikatakan aktivis LSM dan masyarakat terbukti benar. Kita perlu memetik pelajaran dari kasus Cebongan agar tidak terjerembap lagi di lubang yang sama.

Di luar pelajaran-pelajaran itu, ada yang harus dicamkan. Pertama, kapolda dan pangdam harus diperiksa. Bila mereka tidak mengetahui kasus itu, sanksi pencopotan jabatan sudah cukup. Namun, bila mereka membiarkan, apalagi terlibat, sanksi administratif jelas tidak memadai.

Kedua, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang memungkinkan anggota TNI yang melakukan pelanggaran hukum bisa diadili di pengadilan umum harus direvisi. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hidup Adalah Perjuangan