Sudah sejak lama orang mengenal kisah Mahabharata. Para
pecinta karya sastra mengenalnya dari berbagai sumber tulisan berupa
naskah-naskah kuno. Dalam perjalanan panjang Mahabharata, semenjak
diciptakan sekian ratus tahun yang lalu hingga kini, telah berkembang berbagai
versi yang tersaji dalam bahasa yang indah dan sarat dengan ajaran moral.
Dua keturunan Bharata yang termasyhur, yaitu Kaurawa dan
Pandawa, akhirnya berperang dalam perang besar Bharatayudha untuk memperebutkan
kekuasaan.
Dalam kesusastraan Indonesia kuno kita mengenal dua epos
besar, yaitu Ramayana dan Mahabharata, yang pada awalnya ditulis
dalam bahasa Sanskerta. Menurut para arif bijaksana, Ramayana
dikatakan lebih tua daripada Mahabharata. Keduanya memuat uraian
tentang adat istiadat, kebiasaan, dan kebudayaan manusia di jaman dahulu.
Pengarang-penyair
epos Ramayana adalah Walmiki, dan pengarang-penyair epos Mahabharata adalah
Bhagawan Wyasa. Menurut para arif bijaksana pula, kedua karya besar itu menjadi
sungguh-sungguh besar seperti yang kita kenal sekarang, karena banyak cerita
puitis ditambahkan kemudian, dan pengarang banyak menambahkan pujian dan
berbagai keterangan, meskipun tambahan ini bukan sepenuhnya hasil karya
pengarang, namun kemudian menjadi bagian dari epos itu.
Mahabharata berasal
dari kata maha yang berarti ‘besar’ dan kata bharata yang berarti
‘bangsa Bharata’. Pujangga Panini menyebut Mahabharata sebagai “Kisah
Pertempuran Besar Bangsa Bharata”. Dalam anggapan tradisional, Bhagawan Wyasa
sebagai pengarang-penyair epos Mahabharata, dikatakan juga menyusun
kitab-kitab suci Weda, Wedanta, dan Purana, kira-kira pada 300
tahun sebelum Masehi sampai abad keempat Masehi. Dengan jarak waktu seperti
itu, maka sulit dipercaya bahwa Bhagawan Wyasa adalah pengarang-penyair Mahabharata
dan juga penyusun-pencipta kitab-kitab suci.
Dalam kitab-kitab suci Purana dikenal adanya wyasa
yang berjumlah 28 orang. Kata wyasa artinya ‘penyusun’ atau
‘pengatur’. Dalam hubungan arti ini maka mungkin penyusun-pencipta atau
pengarang-penyair pada jaman dahulu disebut Bhagawan Wyasa. Terlebih jika hasil
ciptaannya merupakan monumen atau mahakarya dari jamannya, maka wajarlah para
pengarang-pencipta itu mendapat pujian dan dihormati jika tidak boleh dikatakan
“didewa-dewakan”. Lagi pula, tidak jarang dijumpai, suatu ciptaan atau karya
besar dari jaman dahulu itu tanpa nama atau tidak diketahui pengarang-penciptanya.
Situasi semacam ini kiranya menambah kuat kesimpulan yang menyatakan bahwa
karya-karya itu adalah ciptaan seorang wyasa, atau dengan sebutan penghormatan:
Bhagawan Wyasa.
Interpretasi ini dikuatkan oleh pendapat seorang sarjana
kebudayaan kuna yang mengatakan, “Maha- bharata bukan hanya suatu buku,
melainkan karya kesusastraan yang luas cakupannya dan disusun dalam jangka
waktu yang sangat lama.” Pendapat M.
Winternitz itu didasarkan pada kisah-kisah dalam epos Mahabharata yang
melukiskan kejadian, peristiwa, masalah dan berbagai keterangan tentang keadaan
masyarakat dan pemerintahan yang terdapat dalam kitab- kitab suci Weda,
Wedanta, dan Purana.
Meskipun demikian, para ahli kebudayaan kuna dari Barat
maupun Timur, baik yang bersepakat dengan pendapat tradisional maupun pendapat
modern, semua setuju bahwa pengarang-penyair atau penyusun epos Mahabharata adalah
Wyasa, atau secara lengkap disebut Krishna Dwaipayana Wyasa.
Wyasa adalah anak Resi Parasara dengan Satyawati, buah
dari hubungan yang tidak sah. Wyasa dibesarkan di dalam lingkungan keagamaan
dan kesusastraan dengan bimbingan ayahnya. Satyawati, gadis nelayan yang ayu
itu, diceritakan menjadi gadis perawan lagi berkat restu suci Resi Parasara,
suaminya.
Raja Santanu bertemu dengan Satyawati di tepi hutan. Sang
Raja jatuh cinta kepadanya dan mengangkat Satya- wati menjadi permaisurinya.
Santanu adalah kakek Drita- rastra dan Pandu, dan moyang Kaurawa dan Pandawa. Sebagai
putra Satyawati, boleh dikatakan Wyasa adalah kakek tiri dan berkerabat dekat
dengan Kaurawa dan Pan- dawa yang menjadi pelaku utama dalam perang dahsyat di padang
Kurukshetra.
Jika kita cermati garis keturunan Wyasa, kita akan tahu bahwa
wajar jika Wyasa dapat melukiskan peristiwa dalam Mahabharata dengan
sangat jelas dan mengharukan. Teristimewa pula, Wyasa dapat dikatakan selalu
“terlibat” dalam peperangan besar itu, setidak-tidaknya dari segi moral dan
spiritual.
Waishampayana, murid Wyasa, menceritakan kisah pertempuran
besar itu kepada Raja Janamejaya ketika sang Raja melangsungkan upacara besar Sunaka.
Jana- mejaya adalah putra Maharaja Parikeshit, cucu Arjuna.
Mengenai sejarah disusunnya epos Mahabharata, dijumpai
banyak pendapat yang saling berlawanan, baik pendapat sarjana Barat maupun
sarjana Timur. Pendapat dari Timur menyatakan bahwa Bhagawan Wyasa hidup kira-kira
3800 tahun yang lalu, yaitu pada jaman disusun- nya kitab-kitab suci Weda bagi
orang Hindu. Pendapat lain menyatakan bahwa jaman kitab-kitab suci Weda adalah
sekitar tahun 3102 SM. Pendapat lainnya lagi menyatakan bahwa jaman kitab-kitab
suci Weda berakhir pada tahun 950 SM atau mungkin pada tahun 250 SM.
Dalam bukunya yang berjudul The Great Epic of India, E.W.
Hopkins mengemukakan pendapatnya, yang pada umumnya diterima oleh para ahli
kesusastraan kuna, yaitu bahwa perkembangan epos Mahabharata dari bentuk
aslinya hingga menemui bentuknya yang sekarang ini adalah sebagai berikut:
- Tahun 400 SM terdapat kisah tentang asal-usul bangsa Bharata, tetapi Pandawa belum dikenal pada masa itu.
- Tahun 400-200 SM muncul kisah-kisah tentang Mahabrata yang menceritakan bahwa Pandawa adalah pahlawan-pahlawan yang memegang peranan utama dan Krishna adalah manusia setengah dewa.
- Antara tahun 300 SM-100-200 M, Krishna dikisahkan sebagai Dewa. Ada penambahan kisah-kisah baru yang bersifat didaktis yang bertujuan untuk mempertinggi semangat dan moral-spiritual para pembaca.
- Tahun 200-400 M, bab-bab pendahuluan dan bahan- bahan baru ditambahkan.
Pendapat tersebut di atas didukung kesimpulan M. Winternitz
yang mengatakan bahwa Mahabharata tidak mungkin ditulis sebelum abad 4
SM dan tidak mungkin pula pada abad 4 M.
Para ahli kesusastraan dan filsafat Barat mulai tertarik
pada kisah-kisah epos Mahabharata sejak kira-kira dua abad yang lalu,
lebih-lebih karena adanya Bhagavadgita dan episode Syakuntala. Charles
Wilkins telah bekerja keras menerjemahkan naskah kesusastraan yang mengandung
filsafat ini pada tahun 1758 dan tahun 1795. Episode Mahabharata diterjemahkan
ke dalam bahasa Latin oleh Bopp pada tahun 1819. Sejarah perkembangan epos Mahabharata
secara kritis dipelajari oleh Ch. Lassen pada tahun 1837. Ch. Lassen
berpendapat bahwa epos asli Mahabharata lahir kira-kira pada tahun
400-500 SM.
A. Weber (1852) dan A. Ludwig (1884) mencoba mengadakan
penelitian tentang asal-usul epos Mahabharata. Mereka menyimpulkan bahwa
memang terdapat hubungan yang mendasar antara sumber-sumber kitab suci Weda dan
materi epos Mahabharata.
Soren Sorenson melakukan penelitian tentang Maha- bharata
pada tahun 1883 untuk menemukan rekonstruksi karya besar itu dan menarik
kesimpulan bahwa epos ini bentuk aslinya adalah sebuah saga, ciptaan pemikiran seseorang
yang tidak mengandung pertentangan, ulangan atau penyimpangan. Dengan
menyisihkan semua tambahan pada aslinya, Sorenson berpendapat bahwa epos Mahabharata
yang asli terdiri dari 7000 sampai 8000 sloka.
Para sarjana Timur, khususnya dari India, sekarang beranggapan
bahwa peristiwa-peristiwa bersejarah dalam epos Mahabharata terjadi
antara 1400 -1000 SM dan bahwa kehadiran epos yang besar itu tidak mungkin
sebelum atau sesudah kurun waktu itu.
Kisah
yang diceritakan dalam epos Mahabharata adalah konflik antara dua
saudara sepupu, Kaurawa dan Pandawa, yang berkembang menjadi suatu perang besar
dan menyebabkan musnahnya bangsa bharata yang juga disebut bangsa Kuru.
BERIKUT BEBERAPA DAFTAR JUDUL-JUDUL BAGIAN CERITA DALAM KISAH MAHABRATA
- Cinta Dushmanta Terpaut di Hutan;
- Dewabrata, Putra Raja Santanu dan Dewi Gangga;
- Dewabrata Bersumpah Sebagai Bhisma;
- Amba, Ambika, dan Ambalika;
- Ilmu Gaib Sanjiwini;
- Kutukan Mahaguru Sukra;
- Yayati Tua Ingin Muda Kembali;
- Mahatma Widuri;
- Pandu Memenangkan Sayembara Dewi Kunti;
- Pandawa Lahir di Hutan;
- Bhima Menjadi Sakti Karena Racun dan Bisa;
- Karna, Anak Sais Kereta Kuda;
- Drona, Seorang Brahmana _Kesatria;
- Istana Dari Papan Kayu;
- Pandawa Terhindar dari Maut;
- Bakasura Terbunuh;
- Sayembara Memperebutkan Draupadi;
- Membangun Ibukota Indraprastha;
- Pertarungan Melawan Jarasandha;
- ....
- ....
- ....
- ....
- dst, hingga
- Pengadilan Terakhir.
Para gan sekalian, jika dibukukan cerita Mahabrahta bisa mencapai 400 halaman lebih mulai kisah "Cinta Dushmanta Terpaut di Hutan" sampai kisah "Pengadilan Terakhir". Jika gan-gan sekalian ingin mengetahui kisah lengkap tiap kisah dalam semua kisah mahakarya cerita Mahabrataha, gan-gan sekalian bisa pos komentar kisah cerita yang ingin gan minta uintuk di pos kan. Karena semua bab kisah Mahabrata tidak bisa kami pos-kan disini.atau kirimkan email ke: gokman.fn@gmail.com dengan format: "kisah#bagianjudul cerita"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hidup Adalah Perjuangan